“KEBERSIHAN SEBAGIAN DARI IMAN”
R
|
ingkasnya, jika ditinjau apakah
ungkapan itu hadits Nabi SAW atau bukan, jawabnya bukan hadits Nabi SAW. Sebab
tidak terdapat hadits berbunyi demikian dalam berbagai kitab hadits yang ada,
sejauh pengetahuan kami. Namun kalau ditinjau apakah ungkapan itu Islami atau
tidak, jawabnya Islami. Sebab ungkapan itu didukung oleh sebuah hadits hasan
seperti yang akan kami sebutkan.
Memang, ada hadits sahih dari Nabi
SAW yang mirip dengan kalimat ”Kebersihan Sebagian Dari Iman”. Hadits itu
adalah sabda Nabi SAW yang berbunyi,”Ath-thahuuru syatrul iimaan…” (HR. Ahmad,
Muslim, dan Tirmidzi) (Lihat Imam As-Suyuthi, Al-Jami’ Ash-Shaghir, II/57;
Imam Al-Qazwini, Bingkisan Seberkas 77 Cabang Iman (Terj. Mukhtashar
Syu’abul Iman Li Al-Imam Baihaqi), hal. 66-67).
Namun arti hadits Nabi tersebut
adalah,”Bersuci [thaharah] itu setengah daripada iman….” Kata ath-thahuuru
dalam hadits itu artinya tiada lain adalah bersuci (ath-thaharah), bukan
kebersihan (an-nazhafah), meskipun patut diketahui ath-thaharah secara makna
bahasa artinya memang kebersihan [an-nazhaafah] (Taqiyuddin al-Husaini, Kifayatul
Akhyar, I/6). Tetapi dalam ushul fiqih terdapat kaidah bahwa arti asal
suatu kata dalam al-Qur`an dan Al-Hadits adalah arti terminologis (makna
syar’i), bukan arti etimologis (makna bahasa). Imam Taqiyuddin An-Nabhani dalam
kitab Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyah Juz III hal. 174 menyebutkan kaidah
ushul fiqih yang berbunyi :
Al-Ashlu fi dalalah an-nushush
asy-syar’iyah huwa al-ma’na asy-syar’iy
“Arti asal nash-nash syariah
[Al-Qur`an dan As-Sunnah] adalah makna syar’i.”
Karenanya hadis Nabi SAW di atas
hendaknya diartikan “Bersuci itu setengah daripada iman”, dan bukannya
”Kebersihan itu sebagian daripada iman.”
Suci dan bersih itu berbeda. Suci
(thahir) adalah keadaan tanpa najis dan hadas, baik hadas besar maupun hadas
kecil, pada badan, pakaian, tempat, air, dan sebagainya. Bersuci (thaharah)
adalah aktivitas seseorang untuk mencapai kondisi suci itu, misalnya berwudhu,
tayammum, atau mandi junub. (Taqiyuddin al-Husaini, Kifayatul Akhyar,
I/6). Sedang bersih (nazhif) adalah lawan dari kotor yaitu keadaan sesuatu
tanpa kotoran. Sesuatu yang kotor bisa saja suci, meski ini tentu kurang
afdhol. Sajadah yang lama tidak dicuci adalah kotor. Tapi tetap disebut suci
selama kotoran yang menempel hanya sekedar debu atau daki, bukan najis seperti
kotoran binatang.
Demikian pula sesuatu yang bersih
juga tidak otomatis suci. Seorang muslim yang berhadats besar (misal karena
haid atau berhubungan seksual) bisa saja tubuhnya bersih sekali karena mandi
dengan sabun anti kuman atau desinfektan. Tapi selama dia tidak meniatkan mandi
junub, dia tetaplah tidak suci alias masih berhadas besar.
Walhasil, suci atau bersuci
berkaitan dengan keyakinan seorang muslim, yang sifatnya tidak universal.
Maksudnya hanya menjadi pandangan khas di kalangan umat Islam. Sedang bersih
atau kebersihan berkaitan dengan fakta empiris yang universal, yaitu diakui
baik oleh umat Islam maupun umat non Islam.
Kembali ke masalah hadits di atas.
Kesimpulannya, yang ada adalah hadits Nabi SAW yang berarti ”Bersuci Adalah
Sebagian Dari Iman”, dan bukan ” Kebersihan Sebagian Dari Iman.”
Namun demikian, kalimat ” Kebersihan
Sebagian Dari Iman” merupakan ungkapan yang baik (Islami), karena didukung
sebuah hadits yang menurut Imam Suyuthi berstatus hasan, yakni sabda Nabi SAW :
”Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah
baik dan mencintai kebaikan, bersih dan mencintai kebersihan, mulia dan
mencintai kemuliaan, dermawan dan mencintai kedermawanan. Maka bersihkanlah
halaman rumahmu dan janganlah kamu menyerupai orang Yahudi.” (HR. Tirmidzi) (Lihat Imam
As-Suyuthi, Al-Jami’ Ash-Shaghir, I/70; Muhammad Faiz Almath, 1100
Hadits Terpilih, [Jakarta : GIP], cetakan keenam, 1993, hal. 311).
Hadits di atas menunjukkan bahwa
kebersihan (an-nazhafah) merupakan sesuatu yang dicintai Allah SWT. Maka
dari itu ungkapan ” Kebersihan Sebagian Dari Iman” kami katakan sebagai
ungkapan yang baik atau Islami karena ada dasarnya dalam Islam yaitu hadits
riwayat Tirmidzi di atas. Ungkapan itu dapat diberi arti, bahwa menjaga
kebersihan segala sesuatu merupakan bukti atau buah keimanan seorang muslim,
karena dia telah beriman bahwa Allah SWT adalah Dzat Yang Mahabersih (nazhiif).
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nama :
Umur :